Rabu, 02 Maret 2011

 PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing-masing, yang berbeda antara satu dan lainnya. Dalam penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya guru kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi berkaitan dengan karakteristik spesifik, kemampuan dan kelemahan, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembangannya.
Karakteristik spesifik student with special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi perkembangan sensorimotor, kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial, serta kreativitasnya. Untuk mengetahui secara jelas tentang karakteristik setiap siswa, seorang guru lebih dahulu melakukan skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai kopetensi diri peserta didik yang bersangkutan. Tujuannya agar saat memprogramkan pembelajaran, sudah dipikirkan mengenai bentuk intervensi yang dianggap cocok. Asesmen di sini adalah proses kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap peserta didik dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan sosial, melalui pengamatan yang sensitif. Kegiatan ini biasanya memerlukan penggunaan instrumen khusus secara baku atau dibuat sendiri oleh guru kelas.
Guru yang “mumpuni” adalah guru yang mampu mengorganisir kegiatan belajar-mengajar dikelas melalui progaram pembelajaran individual dengan memperhatikan kemampuan dan kelemahan setiap individu siswa. Pola kegiatan pembelajaran ini di kenal dengan nama lain sebagai individualized educational program (IEP). Selama proses kegiatan pembelajaran, guru kelas ditantang untuk dapat memberikan intervensi khusus guna mengatasi bentuk kelainan-kelainan perilaku yang muncul, agar pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
Guru hendaknya dapat menyusun program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan setiap peserta didiknya. Program tersebut berisikan tentang cara atau bentuk intervensi yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada saat pembelajaran berlangsung. Intervensi khusus yang dipersiapkan guru bisa berbentuk suatu pola latihan khusus. Dapat juga disusun dalam bentuk motivasi yang menggunakan cara reiforcement, disertai dengan pemberian petunjuk-petunjuk khusus (signal cues) yang dilakukan dengan keterarahan wajah bagi anak tunarungu.
Cara pemberian reiforcement oleh guru atau penguatan perilaku terhadap peserta didik dapat dicapai secara optimal apabila guru benar-benar mengetahui dan memahami secara tepat perilaku sasaran dari masing-masing siswa. Umumnya guru secara terus-menerus harus mampu mempelajari dan memahami pengetahuan tentang teori belajar yang menerapkan operant conditioning .
operant conditioning merupakan cara pemberian motivasi belajar melalui modifikasi perilaku sasaran yang dilakukan melalui kegiatan-kegiatan lingkungan, serta disusun secara sistematik. Terdapat tiga motivasi belajar, yaitu sebagai berikut.
  1. Social reiforcement misalnya pemberian hadiah, menyentuh tangan anak, atau memeluk dengan penuh perasaan.
  2. Tangibel misalnya pemberian makanan kesukaan, uang atau ganjaran berupa pujian dan pemberian suatu kegiatan yang merupakan bentuk penghargaan seprti diberikan suatu kegiatan bermain, pemberian waktu bebas, atau mendengarkan musik kesukaannya.
  3. Negative consequences, diberikan jika muncul perilaku yang tidak diharapkan, misalnya pemberian “time out” atau istirahat dari kegiatan yang sedang berlangsung terhadap anak yang menunjukkan perilaku yang suka mengamuk, atau mengganggu.
Adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik berkebutuhan khusus, akan memerlukan kemampuan khusus guru. Guru dituntut memiliki kemampuan berkaitan dengan mengkombinasikan kemampuan dan bakat anak dalam beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi kemampuan berfikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara bersosialisasi. Hal-hal tersebut diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir pembelajaran, yaitu perubahan perilaku ke arah pendewasaan. Kemampuan guru semacam itu, merupakan kemampuan seorang guru dalam menyelaraskan keberadaan siswa dengan kurikulum yang ada, kemudian diramu menjadi sebuah progaram pembelajaran individual. Program pembelajaran individual diarahkan pada hasil akhir berupa kemandirian siswa. Kemandirian setiap peserta didik sangat berguna bagi diri peserta didik untuk dapat hidup dan menghidupi diri sendiri tanpa bantuan khusus orang lain. Hasil akhir dari program pembelajaran individual ini secara konseptual mengarahkan para siswa berkebutuhan khusus untuk mampu berperilaku sesuai dengan lingkungannya atau perilaku adaptif.
Perilaku adaptif diartikan sebagai suatu kemampuan peserta didik untuk dapat mengatasi keadaan-keadaan yang terjadi dalam lingkungan. Perilaku adaptif secara khusus merupakan kemampuan berperilaku merespon tuntutan lingkungan, yakni melalui komposisi beberapa aspek perilaku dan fungsinya dengan melibatkan salah satu kemampuan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan. Beberapa kombinasi yang terlibat dalam proses penyesuaian meliputi aspek-aspek intelektual, fisik, gerak, motivasi diri, sosial dan sensori.
Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus, yang dipersiapakan oleh guru di sekolah, ditujukan agar peserta didik mampu untuk berinteraksi terhadap lingkungan sosial. Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui penggalian diri peserta didik yang paling dominan dan didasarkan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi sesuai dengan “Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan”, yang telah dirancang oleh menteri pendidikan nasional tanggal 2 Mei 2002. kompetensi ini terdiri atas empat ranah yang perlu di ukur meliputi kompetensi fisik, kompetensi afektif, kompetensi sehari-hari, dan kompetensi akademik.1
1Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Refika Aditama, 2006), 1-3.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar