Rabu, 02 Maret 2011

PENDIDIKAN AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL

Pendidikan Agama dan Kesehatan Mental

Manusia dan Agama
Diceritakan sebelum meninggal dunia, Joseph Stalin (1879-1953, pelopor Komunisme) sudah mengisolasi diri dalam istananya. Ia hanya boleh dihubungi oleh pelayan yang paling dipercayainya. Itupun hanya terbatas di saat2 Stalin membutuhkan bantuannya.
Menjelang datang ajalnya, Stalin memanggil sang pelayan untuk masuk ke kamar dan mendekat tempat tidurnya. Dengan suara lirih Stalin minta dipanggilkan seorang pastor untuk membimbingnya berdo’a. Tentu saja permintaan tesebut menimbulkan keraguan pada diri pelayan. Mana mungkin, Stalin yang sepanjang hidupnya tidak pernah mengenal dan menyebut Tuhan membutuhkan seorang agamawan.
Pelayan itu dengan berat hati terpaksa mengikuti perintah tuannya. Dan ketika pastor sudah berada di sampingnya, Stalin berucap “Pastor, ajarkan saya berdo’a”. Itulah akhir kata seorang tokoh komunis dunia yang dikenal sebagai seorang atheis itu.

Mengapa seorang Stalin yang atheis tiba-tiba membutuhkan bimbingan untuk berdo’a?

Yang terjadi pada diri Stalin adalah gejala kejiwaan yang menimbulkan rasa bersalah (sense of guilt) serta takut akan kematian (death urge).
Manusia tidak dapat dipisahkan dari agama. Pengingkaran manusia terhadap agama agaknya dikarenakan faktor2 kepribadian maupun lingkungan. Namun untuk meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan adalah sulit dilakukan.
Manusia memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Zat yang gaib. Ketundukan ini merupakan bagian dari faktor intern dalam diri (self) yang disebut dengan hati nurani.
Pengaruh Agama terhadap Kesehatan Mental
Carl Gustav Jung menyatakan, “di antara pasien saya yang setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaannya tidak dilatarbelakangi oleh aspek agama”. Pernyataan ini menunjukkan adanya hubungan antara faktor keyakinan dengan kesehatan mental.
Muhammad Mahmud Abd Al-Qadir menguraikan tentang keseimbangan hormon dan unsur kimiawi tubuh. Perubahan yang terjadi dalam kejiwaan disebut spektrum hidup. Pergeseran arah ke kiri atau ke kanan dari pusat spektrum akan menimbulkan kegelisahan. Besar kecilnya perubahan itu tergantung dari kemampuan manusia untuk menanggapi pengaruh itu. Kalau terjadi keseimbangan maka akan kembali normal. Terjadinya pergeseran dari kondisi normal ke kondisi gelisah sangat tergantung dari derajat keimanan yang tersimpan dalam diri manusia

Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan kesehatan jiwa terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi.
Pemahaman ini lebih jelas jika meminjam pola pikir psikologi logoterapi, tokoh pencetusnya Victor Frankl (logos berarti makna dan juga ruhani). Bahwa dambaan utama manusia yang asasi atau motif dasar manusia adalah hasrat untuk hidup bermakna. Manusia berkeinginan untuk memiliki kebebasan dalam menemukan makna hidup.
Makna hidup adalah hal-hal yang memberikan nilai khusus bagi seseorang, yang bila dipenuhi akan menjadikan hidupnya berharga dan menimbulkan penghayatan bahagia.
Agama berperan dalam membina kesehatan mental, ketika dalam kondisi tanpa daya, manusia akan kehilangan pegangan dan pasrah. Dalam kondisi tersebut tuntunan agama akan membangkitkan makna dalam hidupnya. Makna hidup pribadi menurut logoterapi hanya dapat dan harus ditemukan sendiri.

Tiga bidang kegiatan yang menurut logoterapi berpotensi bagi orang untuk menemukan makna hidup bagi dirinya yakni:
  1. Kegiatan berkarya, bekerja, dan mencipta, serta melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing dengan sebaik2-nya.
  2. Keyakinan dan penghayatan atas nilai-nilai tertentu (kebenaran, keindahan, kebajikan, keimanan, dan lain-lain),
  3. Sikap tepat yang diambil dalam keadaan dan penderitaan yang tidak terelakkan lagi.
  • Dalam Al Qur’an terdapat ayat-ayat yang menenangkan jiwa:
  1. Orang-orang yang beriman itu, hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah. Ketahuilah, bahwa dengan mengingat Allah itu dapat menentramkan jiwa (QS Al-Ra’d:28).
  2. Siapa yang bertakwa dan berbuat baik, maka ia tidak akan merasa takut dan sedih (QS Al-’Araf:35).
  3. Wahai orang-orang yang beriman, tolonglah dirimu dengan kesabaran dan shalat. Sesungguhnya Allah itu mendampingi orang yang sabar (QS Al-Baqarah:15)
  4. Allah-lah yang telah menurunkan ketenangan jiwa ke dalam hati orang-orang mukmin, supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka yang sudah ada (QS Al-Fath:4)

Kesimpulan
Manusia membutuhkan agama dalam hidup
Kebutuhan tersebut tak dapat dipungkiri, sehingga orang yang atheis itu terbentuk karena faktor kepribadiannya.
Kehidupan manusia memiliki arti jika bermakna.
Islam agama yang sesuai fitrah manusia, bisa dijadikan sandaran untuk mencari makna dalam hidup.
Perkembangan (Jiwa) Ke-agama-an pada Anak
Menurut penelitian Ernest Harm, perkembangan agama pada anak melewati tiga fase (tahapan), yakni:
  • The Fairy Tale Stage (Tahap Dongeng), dimulai pada anak usia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Dalam menanggapi agama, anak menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng2 yang kurang masuk akal.
  • The Realistic Stage (Tahap Kenyataan), dimulai sejak anak masuk SD hingga memasuki remaja. Ide ke-Tuhan-an pada anak sudah mencerminkan konsep2 yang berdasarkan pada kenyataan. Konsep ini timbul melalui lembaga keagamaan dan pengajaran agama. Pada masa ini ide keagamaan anak didasarkan atas dorongan emosional. Anak tertarik dan senang pada lembaga keagamaan yang mereka lihat oleh orang dewasa di lingkungan mereka. Segala bentuk tindak (amal) keagamaan mereka ikuti dan pelajari dengan penuh minat.
  • The Individual Stage (Tahap Individual), pada tahap ini remaja telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka, apakah konservatif, personal ataukah humanistik.
Sifat-sifat Keagamaan pada Anak-anak
Konsep keagamaan pada anak hampir sepenuhnya autoritarius, maksudnya konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi faktor dari luar diri mereka.
Ketaatan pada ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka yang mereka pelajari dari para orang tua maupun guru mereka. Sifat keagamaan pada anak;
  • Unreflective (tidak mendalam)
  • Egosentris
  • Anthropomorphis
  • Verbalis dan Ritualis
  • Imitatif
  • Rasa kekaguman
Penerapan Pendidikan Agama
Pentingnya pendidikan agama bertujuan menumbuhkan berakhlak baik, seperti jujur dan adil. Oleh karena itu aspek pertama pendidikan agama adalah pembentukan kepribadian. Aspek kedua adalah pembangunan pemahaman konsep keagamaan yang kuat untuk melandasi keimanan yang sempurna.
Tahapan-tahapan pendidikan agama meliputi:
  • TK -> menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan yang sederhana, membaca doa sebelum melakukan pekerjaan, memperkenalkan Tuhan sesuai dengan kemampuannya.
  • SD -> diberikan cerita2 teladan yg diambil dari sejarah untuk membangkitkan kecintaan thd sifat-sifat yang baik.
  • Sekolah Menengah -> pembelajaran agama berkisar pada penjelasan hukum-hukum dan batas-batas yang diberikan oleh agama .
  • Perguruan tinggi -> pengajaran agama harus lebih bersifat ilmiah, misalnya bukti-bukti ilmiah dalam mencari kebenaran akan adanya Tuhan, juga tentang muamalah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar