Rabu, 02 Maret 2011

Pendidikan Luar Biasa

  1. Pendidikan luar biasa
Pendidikan luar biasa merupakan sub sistem dari sistem pendidikan nasional yang secara khusus maupun integrasi diselenggarakan bagi peserta didik yang mengalami kelainan fisik, mental, perilaku dan sosial.1
  1. Tujuan pendidikan luar biasa
Pendidikan luar biasa secara umum bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik, mental, perilaku dan sosial agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.2
Secara rinci tujuan pendidikan luar biasa yaitu :
  1. Mengembangkan kehidupan anak didik sebagai pribadi sekurang-kurangnya mencakup upaya untuk memperkuat keimanan dan ketaqwaan, membiasakan berperilaku yang baik, memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar, memelihara kesehatan jasmani dan rohani memberikan kemampuan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian yang mantap dan mandiri.
  2. Mengembangkan kehidupan anak didik dan siswa sebagai anggota masyarakat yang sekurang-kurangnya mencakup upaya untuk memperkuat kesadaran hidup beragama dalam masyarakat, menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam lingkungan hidup, memberikan pengetahuan dan ketrampilan dasar untuk berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  3. Mempersiapkan anak didik untuk dapat memiliki keterampilan sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja.
  4. Mempersiapkan anak didik untuk mengikuti pendidikan lanjutan dalam menguasai isi kurikulum yang disyaratkan.3
  1. Bentuk satuan pendidikan luar biasa
Dalam Kepmendikbud No. 0491/U/1992 Bab IV pasal 4 dan 5 tentang bentuk satuan dan lama pendidikan luar biasa terdiri atas :
  1. Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) satu sampai tiga tahun.
  2. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) sekurang-kurangnya enam tahun.
  3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) sekurang-kurangnya tiga tahun.
  4. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) sekurang-kurangnya tiga tahun.4
  1. Bentuk layanan pendidikan luar biasa
  1. Pendidikan luar biasa dengan bentuk segregasi (SLB)
Pelaksanaan pendidikan luar biasa dengan bentuk segregasi adalah pendidikan luar biasa yang dilaksanakan dalam bentuk lembaga pendidikan yang terpisah dengan sekolah biasa (reguler).5 Sekolah ini dikelolah berdasarkan jenjang dan jenis ketunaannya yang meliputi :
  1. SLB/A bagi peserta didik tunanetra
  2. SLB/B bagi peserta didik tunarungu
  3. SLB/C bagi peserta didik tunagrahita
  4. SLB/D bagi peserta didik tunadaksa
  5. SLB/E bagi peserta didik tunalaras
  6. SLB/G bagi peserta didik cacat ganda6
  1. Pendidikan luar biasa dengan bentuk integrasi inklusi
  1. Kelas khusus
Kelas khusus diselenggarakan untuk melayani pendidikan bagi mereka yang tidak mampu atau mengalami kesulitan mengikuti pendidikan di kelas biasa.
  1. Ruang dan guru sumber
Pada program ruang dan guru sumber bahwa peserta didik luar biasa berada di kelas biasa. Mereka mendapat layanan khusus apabila ada permintaan dari guru kelas.
  1. Sekolah terpadu dengan guru khusus (guru keliling)
Guru keliling dalam membantu peserta didik pada sekolah biasa (reguler) datang secara periodik. Tugas guru keliling memberi layanan secara individu atau kelompok kecil untuk peserta yang memiliki kebutuhan khusus.
  1. Sekolah terpadu dengan guru konsultan
Dalam melayani peserta didik berkelainan tingkat ringan, guru biasa (reguler) mengembangkan materi dengan berkonsultasi kepada guru pendidikan luar biasa.
  1. Sekolah terpadu
Peserta didik yang memilik kebutuhan khusus pada tingkat sangat ringan berdasarkan rujukan dari asesment center dan hasil penilaian guru biasa bahwa dia masih mampu menangani, maka peserta didik ini diberikan layanan pendidikan di sekolah biasa (reguler).7

2. Anak luar biasa
Anak luar biasa adalah anak yang keadaan dan pertumbuhannya menyimpang dari rata-rata (normal) baik fisik, mental, perilaku dan sosial. Penyimpangan kondisi tersebut dapat melebihi kemampuan rata-rata maupun yang mengalami kekurangan (implaitment) atau ketidak mampuan (disability), sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.8
Kelainan atau penyimpangan yang ada pada diri anak itu bermacam-macam diantaranya adalah :
  1. Kelainan fisik, meliputi:
  1. Tunanetra yaitu kerusakan atau cacat mata yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat atau kurang daya penglihatannya.
  2. Tunarungu yaitu kerusakan atau kelainan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat mendengar atau kurang dapat pendengarannya.
  3. Tunadaksa yaitu anak berkelainan atau cacat tubuh yang mengakibatkan kurangnya fungsi gerak termasuk motorik, sensorik dan mobilitas.9
  1. Kelaianan kecerdasan
Tingkat kelainan kecerdasan dapat dibedakan menjadi beberapa golongan. Penggolongan tersebut berdasarkan atas perbedaan tinggi rendahnya IQ (Intelligence Quatient). Secara teoritis tingkat kecerdasan taraf normal dinyatakan dengan IQ antara 90-110.
Selanjutnya atas dasar tinjauan tersebut tingkat kecerdasan dapat digolongkan sebagai berikut :
  1. Golongan tingkat kecerdasan di atas normal dibedakan atas tiga tingkatan yaitu :
  1. Golongan cerdas memiliki IQ antara 110-130.
  2. Golongan sangat cerdas memiliki IQ antara 130-140.
  3. Golongan genius memiliki IQ lebih dari 140.
  1. Golongan tingkat kecerdasan dibawah normal dibedakan atas:
  1. Golongan lambat belajar memiliki IQ antara 70-90.
  2. Golongan terbelakang mental memiliki IQ kurang dari 70. Golongan ini dibedakan lagi menjadi tiga lingkaran yaitu :
  1. Golongan debil memiliki IQ antara 50-70 ; golongan ini bersifat mampu didik.
  2. Golongan imbisil memiliki IQ antara 25-50; golongan ini bersifat mampu latih.
  3. Golongan ediot memiliki IQ kurang dari 25; golongan ini bersifat perlu rawat.10
  1. Kelainan perilaku merupakan kelainan atau gangguan tingkah laku sehingga kurang atau tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Contohnya: anak tunas laras, autisme, anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
  2. Kelainan ganda merupakan gangguan kelainan fisik dan mental yang disandang oleh peserta didik.11
Setiap jenis kelainan memiliki beberapa faktor penyebab yang berbeda-beda. Secara umum sebab-sebab terjadinya kelainan dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu :
  1. Sebab-sebab atau segala gangguan penyakit yang terjadi pada waktu anak belum lahir (phase prenatal).
  2. Phase natal yaitu sebab-sebab atau segala gangguan yang terjadi pada waktu kelahiran.
  3. Phase post natal yaitu sebab-sebab atau segala gangguan yang terjadi pada masa sesudah kelahiran.
Juga faktor hereditas dan sebab-sebab lain yang belum diketahui.12
Mengenal sebab-sebab kelainan tersebut merupakan suatu hal yang penting karena disamping diperlukan untuk usaha penanggulangan juga untuk usaha pencegahan.
Kelainan bukan merupakan penyakit, akan tetapi suatu penyakuit dapat mengakibatkan suatu kelainan-kelainan merupakan penderita jasmani dan rohani yang akan mempengaruhi perkembangan kepribadian. Maka usaha penanggulangan dapat meliputi usaha-usaha rehabilitasi dan cara yang paling penting yaitu dengan usaha memberikan pelajaran pendidikan kepada anak-anak berkelainan.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, kelainan yang disandang oleh peserta didik di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Negeri Gedangan ada empat yaitu : tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa. Maka untuk lebih jelasnya, penulis akan menjelaskan karakteristik masing-masing kelainan tersebut :
  1. Tunanetra
Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan lebih akrab disebut anak tunanetra. Pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Anak-anak dengan gangguan penglihatan dapat diketahui dalam kondisi berikut:
  1. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas.
  2. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu.
  3. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak.
  4. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan.
Anak tunanetra dapat dikelompokkan menajdi dua macam, yaitu:
  1. Buta
Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari luar (visusnya = 0).
  1. Low Vision
Bila anak masih mampu menerima rangsangan cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar.
Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh baebagai faktor, apakah itu faktor dalam diri anak (internal) ataupun faktor dari luar anak (eksternal). Hal-hal yang termasuk faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama masih dalam kandungan. Kemungkinannya karena faktor gen, kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracuanan obat, dan sebagainya. Sedangkan hal-hal yang termasuk faktor eksternal diantarannya faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan. Misalnya: kecelakaan, kurang gizi atau vitamin, terkena racun, panas badan terlalu tinggi, serta peradanagn mata karena penyakit, bakteri ataupun virus.13
Anak yang mengalami hambatan penglihatan atau tunanetra, perkembangannya berbeda dengan anak-anak berkebutuhan khusu lainnya, tidak hanya dari sisi penglihatan tetapi juga dari hal lain. Bagi peserta didik yang memiliki sedikit atau tidak melihat sama sekali, jelas ia harus mempelajari lingkungan sekitarnya dengan menyentuh dan merasakannya. Perilaku untuk mengetahui objek dengan cara mendengarkan suara dari objek yang akan diraih adalah perilakunya dalam perkembangan motorik. Untuk dapat merasakan perbedaan dari setiap objek yang di pegangnya, anak tunanetra selalu menggunakan indera raba dengan jari-jarinya.
Intelegensi anak tunanetra secara umum tidak mengalami hambatan yang berarti. Samuel P. Hayes menyatakan bahwa “Kemampuan Intelegensi anak tunanetra tidak secara otomatis menjadikan diri mereka mempunyai intelegensi yang rendah”.
Para guru yang menangani anak-anak tunanetra diperlukan kemampuan mengambil keputusan dalam strategi pembelajaran yang dianggap paling cocok bagi mereka. Pendekatan baru untuk mengajar anak tunanetra yakni pemberian latihan-latihan yang lebih banyak terhadap kemampuan.14
Anak tunanetra memiliki ketrebatasan dalam indera penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indera beraba dan indera pendengaran, oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat aktual dan bersuara. Contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. Sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder.15
2. Tunarungu
Tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari. Klasifikasi tunarungu di bagi menjadi dua, yaitu
  1. Klasifikasi secara etiologis
Yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini penyebab ketunarunguan ada beberapa faktor, yaitu :
  1. Pada saat sebelum dilahirkan
  1. Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal.
  2. Karena penyakit ; sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit, terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat kehamilan tri semester pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga.
  3. Karena keracunan obat-obatan; pada suatu kehamilan, ibu meminum obat-obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu alkohol, atau ibu tidak menghendaki kelahiran anaknya sehingga ia meminum obat penggugur kandungan, hal ini akan dapat menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkan.
2. Pada saat kelahiran
  1. Sewaktu melahirkan ibu mengalami kesulitan sehingga persalinan dibantu dengan penyedotan (tang)
  2. Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya.
3. Pada saat setelah kelahiran
  1. Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak atau infeksi umum seperti difteri, morbili dan lain-lain.
  2. Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak
  3. Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.
  1. Klasifikasi menurut tarafnya
Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahui melalui tes audiometris, untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan diklasifikan sebagai berikut :
Andreas Dwijosumarto mengemukakan :
Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan batuan mendengar secara khusus.
Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 dB, penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.
Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB.
Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.16
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. Saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh.17
3. Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Anak tunagrahita karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak tunagrahita membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut.
Tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Ada beberapa karekteristik umum tunagrahita, yaitu :
  1. Keterbatasan intelegensi
Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berfikir abstrak kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
  1. Keterbatasan sosial
Disamping keterbatasan intergensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usiannya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga muda dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
  1. Keterbatasan fungsi-fungsi mental
Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya, mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten didalamnya dari hari ke hari. Anak tunagrahita menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam waktu yang lama.
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa, karena itu, mereka membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya. Selain itu, perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan secara berulang-ulang.18
Berdasarkan taraf intelegensinya, penggelompokkan tunagrahita pada umumnya terdiri dari :
  1. Tunagrahita ringan
  1. Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil.
  2. Memiliki IQ antara 68 – 52 pada skala Binet, memiliki IQ antara 69 – 55 menurut skala Weschler (WISC).
  3. Mampu belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana.
  4. Mampu dididik menajdi tenaga kerja semi skilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, pertenakan, dan pekerjaan rumah tangga.
  5. Pada umumnya tidak mengalami gangguan fisik (tampak seperti anak normal).
2. Tunagrahita sedang
  1. Tunagrahita sedang disebut juga imbesil.
  2. Memiliki IQ 51 – 36 pada skala Binet, dan 54 – 40 menurut skala Weschler (WISC),
  3. Mampu di didik, mampu mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan dan sebagainya.
  4. Sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti membaca, menulis dan berhitung sederhana.
  5. Mampu menulis secara sosial, misalnya menulis nama sendiri dan alamat rumah.
  6. Membutuhkan pengawasan yang terus menerus.
  7. Dapat bekerja di tempat kerja terlindung.
3. Tunagrahita berat
  1. Tunagrahita berat sering disebut idiot.
  2. Memiliki IQ 32 – 20 menurut skala Binet dan antara 39 – 25 menurut skala Weschler (WISC).
  3. Memerlukan perawatan total dalam kehidupan sehari – hari dan memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.19
4. Tunadaksa
Secara etimologis, gambaran seseorang yang diidentifikasi mengalami ketunadaksaan , yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan.
Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan tidak sempurna. Sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu pelayanan khusus.
Secara umum karakteristik kelainan anak dikategorikan sebagai penyandang tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi anak tunadaksa ortopedi dan anak tunadaksa syaraf.
Ada dua kategori cacat tubuh, yaitu cacat tubuh karena penyakit polio dan cacat tubuh karena kerusakan otak sehingga mengakibatkan ketidakmampuan gerak (Cerebral palsy). Dilihat dari pergerakan otot-otot penyandang cerebral palsy dikelompokkan menjadi lima jenis yaitu:
  1. Spastik, anak yang mengalami spastik ini menujukkan kekejangan pada otot-ototnya yang disebabkan oleh gerakan-gerakan kaku dan akan hilang dalam keadaan diam misalnya waktu tidur, pada umumnya kekejangan ini menajdi hebat jika anak keadaan marah atau dalam keadaan tenang.
  2. Athetoid, anak yang mengalami athetoid tidak megalami kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya dapat bergerak dengan mudah, malah sering terjadi gerakan-gerakan yang tidak terkendali yang timbul diluar kemampuannya.
  3. Tremor, anak yang mengalami tremor sering melakukan gerakan-gerakan kecil berulang-ulang.
  4. Ataxia, anak yang mengalami ataxia mempunyai gangguan pada keseimbangan.
  5. Rigid, anak cerebral palsy jenis ini mngalami kekakuan otot-otot, otot selalu kaku, gerakan-gerakannya sangat lambat dan kasar.20

1Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim, Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan Luar Biasa (Surabaya, 2002), 4.
2Ibid, . 4.
3Nurkolis, Reformasi Kebijakan Pendidikan Luar Biasa (http:// www.slbnsingkawang.com, diakses tanggal 24 Mei 2010)
4Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim, Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan Luar Biasa, 4-5.
5Ibid, . 7.
6Wikipedia, Anak Berkebutuhan Khusus (http://www.wikipedia.or.id, diekses tanggal 10 Desember 2009)
7Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim, Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan Luar Biasa, 7-9.
8Ibid, . 2.
9Ibid, . 3.
10Supariadi, dkk, Mengapa Anak Berkelainan Perlu Mendapatkan Pendidikan (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), 14-15.
11Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim, Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan Luar Biasa, 3.
12Supariadi, dkk, Mengapa Anak Berkelainan Perlu Mendapatkan Pendidikan, 16.
13Sutjiati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa (Bandung: Refika Aditama, 2006), 65-67.

14Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Refika Aditama, 2006),
114-117.
15Wikipedia, Anak Berkebutuhan Khusus (http://www.wikipedia.or.id, diekses tanggal 10 Desember 2009)
16Sutjiati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, 93-95.
17Wikipedia, Anak Berkebutuhan Khusus (http://www.wikipedia.or.id, diekses tanggal 10 Desember 2009).
18Sutjiati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, 103-106.
19Ibid, . 106-108.
20Eka Aprilia Susanti, Tuna-Rungu (http://www.ekaapriliasusanti.blogspot.com, diakses tanggal 10 Januari 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar